HAKIKAT IBADAH HAJI DAN UMRAH
HAKIKAT IBADAH HAJI DAN UMRAH
Hakikat ibadah Haji dan Umrah |
Hakikat Ibadah Haji Dan Umrah
Oleh : (Al’Habib
Faridhal Attros Al’Kindhy)
(Pimpinan Pusat Perguruan Mahesa
Kurung - Al’Mukarommah - Bogor)
" Dan dirikan ibadah
haji dan umrah karena Allah ".
(Q.S : 2 : 196)
Manusia berada di antara dua dunia
kesunyian, yang dalam hal tertentu berarti ganda dan tidak diketahuinya. Yang
pertama adalah masa sebelum lahir, dan yang kedua masa
setelah kematian.
Kehidupan manusia berada di antara
keduanya yang hanya sekejab seperti tangisan sesaat yang secara tiba-tiba
memecahkan kesunyian abadi sekadar untuk bersatu dengan-NYA. Seperti halnya
salah satu ibadah Islam, yakni ; melakukan Haji ke Baitullah yang
menjadi perjalanan akhir daripada rukun Islam yang kelima.
Ibadah haji hukumnya wajib bagi
ummat Islam dan mampu membawa manusia meraih ketenteraman dan kedamaian yang
tersembunyi di pusat wujudnya. Dan pencapaiannya dapat dilakukan setiap muslim,
pada setiap kesempatan.
Pengertian Al’Hajj atau Al’Hijj itu
sendiri adalah ; bertujuan ; tujuan untuk menuju (mengunjungi) Baitullah
atas panggilan Tuhan untuk menunaikan Manasik Haji.
Ibadah Haji itu sendiri bertujuan pula
untuk membawa manusia dari dunia bentuk ke dunia ruh ; namun karena dia tinggal
di dunia bentuk (material) dan pada awal perjalanan spiritual tidak-lah
terlepas darinya, maka dengan menggunakan dunia bentuk sedemikian rupa, maka
ibadah haji mengarahkan perhatian manusia ke dunia spiritual.
Bentuk adalah selubung dunia spiritual,
namun bersamaan dengan itu sekaligus juga merupakan simbol dan tangga untuk
dapat mencapai persatuan antara seorang hamba kepada Tuhan-NYA.
Ibadah Haji ialah keyakinan ilahiah
yang berasal dari karunia Tuhan dan terletak di dalam inti ajaran Islam. Ia
merupakan sebuah kunci yang diberikan kepada manusia agar dapat menguak rahasia
kehidupannya sendiri dan memperoleh harta masa lampau warisan Adam As,
warisan Ibrahim As, dan warisan Muhammad Rasulullah SAW yang
terlupakan dan terabaikan karena tersembunyi di dalam dirinya.
Perintah melakukan ibadah haji bukanlah
suatu kebetulan ataupun historis semata, melainkan perintah langsung dari Tuhan
semesta alam untuk dijadikan sebagai sarana pendakian jiwa manusia menuju dunia
transenden, meski hanya bagi mereka yang telah melewati rintangan kezuhudan dan
disiplin spiritual yang tingkatan pertamanya adalah kepatuhan dan harapan
kepada Tuhan.
Ketahuilah ..! bahwa Tuhan Yang Maha
Agung memiliki rahasia dalam hati manusia yang tersembunyi sebagaimana api
dalam besi. Seperti rahasia api yang mewujud dan tampak ketika besi dipukul
dengan batu, maka seseorang yang menjalankan ibadah haji karena Allah semata
akan mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan hidup serta keharmonisan yang
menyebabkan esensi manusia bergerak serta mewujudkan sesuatu dalam diri tanpa
disadarinya. Alasan untuk ini adalah ;
adanya hubungan antara ibadah haji
dengan esensi hati manusia dengan dunia transenden, yang disebut alam
ruh. Dunia transenden adalah dunia kecantikan dan keindahan, sedangkan
sumber kecantikan dan keindahan adalah ;
keselarasan (tanasub). Semua
yang selaras mewujudkan keindahan di dunia, karena seluruh kecantikan,
keindahan, dan keselarasan yang dapat diamati adalah pantulan kecantikan dan
keindahan dunia itu sendiri.
Dengan alasan yang sama, mereka yang
menikmati ibadah haji tanpa melewati tingkatan pertama dalam perjalanan
spiritualnya, tak akan pernah sampai kepermukaan dunia transenden yang luas
tiada batas, dan apabila jiwa mereka mencoba melakukan penerbangan ke dunia
tersebut meski hanya untuk sesaat dengan bantuan panggilan suci itu (panggilan
ibadah haji), maka dia dengan segera akan jatuh kembali begitu
panggilan suci itu berakhir (selesai) dan mereka tidak akan
mampu mempertahankan keadaan spiritualnya.
Ibadah haji hukumnya fardhu (wajib) dan
mulai difardhukan pada tahun ke enam hijriyah. Dalam tahap pertama
beribadah haji, manusia dipersatukan dengan getaran kehidupan alam, yang di
dalam diri seseorang selalu ada dalam bentuk getaran hati. Kehidupan manusia
bersatu dengan kehidupan alam, mikrokosmos bersatu dengan makrokosmos, sehingga
jiwa manusia mengalami perluasan dan mencapai kebahagiaan dan ektrase yang
melingkupi dunia.
Sementara bagi manusia yang gagal untuk
merasakannya dalam tahapan pertama ini hanyalah disebabkan kelalaian kepada
Tuhan (Ghaflah).
Dalam tahap kedua, manusia akan berada
di atas seluruh kenikmatan dan perbedaan waktu, manusia diputuskan secara
tiba-tiba dari dunia waktu ; dia akan merasakan dirinya berhadap - hadapan
dengan wajah Yang Maha Kekal dan untuk sesaat merasakan nikmatnya
peleburan (fana) dan kekekalan (baqa).
Pada tahapan terakhir, "
manusia tertuntun untuk menempatkan diri sepenuhnya dalam genggaman Tuhan dan
menjadi sumber gita-gita yang menebarkan kasih sayang dan kebajikan yang luhur
serta menuntun orang lain ke tempat primordial dan kediaman akhirnya ".
Pada dasarnya manusia tengah mencari
kehidupan spiritual serta ketenangan dan kedamaian yang tersembunyi dalam
substansi ibadah haji yang bersifat spiritual. mereka tengah mencari rahasia
perjanjian primordial antara manusia dan Tuhan.
Hendaknya tujuan - tujuan suci macam
inilah yang melatar belakangi ibadah haji seseorang. Ikhlash karena Allah
semata dan diterima atau tidaknya ibadah tersebut, juga bersumber dari
manusianya itu sendiri. Ikhlash kah …! Atau hanya ingin
mendapatkan pujian dari manusia …?. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda
dan membayangkan suatu musibah yang bisa saja terjadi dimana-mana sebagaimana
diungkapkannya dalam suatu haditsnya :
"Suatu
jaman akan datang atas manusia ketika orang - orang kaya dari ummatku naik haji
hanya untuk piknik saja, orang - orang yang kelas menengah pergi haji hanya
untuk berdagang, golongan pelajarnya cuma sekadar Riya dan bersombong-sombong,
sedangkan mereka yang tidak mampu memaksakan diri guna meminta-minta".
Begitu prihatin Nabi Muhammad SAW terhadap
niat hati manusia. Terutama lantaran beliau menghendaki agar kita jangan
merusak makna dari hakikat suatu ibadah. Jangan Agama dijadikan sumber buat
bersombong diri dalam mencari nama dan mengangkat kedudukan di mata masyarakat.
Manusia harus ingat bahwa ibadah yang
didasari Riya demi manusia atau demi nama, maka disamping sia
- sia belaka juga akan dituntut dihadapan persidangan Allah SWT pada hari
kiamat kelak. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
"Seperti
orang yang mengorbankan hartanya lantaran menginginkan pujian manusia dan Dia
tidak beriman kepada Allah serta hari pembalasan, maka perumpamaannya bagaikan
sepotong batu licin yang diatasnya menempel debu. Apabila datang hujan deras,
maka lenyaplah debu itu dan kembalilah batu tersebut licin seperti semula
". (Q.S : 2 : 264)
Maka manusia yang berbuat seperti itu,
berarti ia telah mencabut Agama Islam sebagai salah satu penopangnya yang
paling penting di dunia ini, dan memutuskan masyarakat Islam dari salah satu
kesaksian paling nyata mengenai dimensi spiritual ajarannya.
Hal ini harus kita cegah, harus kita
hindarkan, jangan sampai apa yang dibayangkan Rasulullah SAW itu
justru menimpa kita, bangsa yang tengah dilanda krisis kemiskinan (ekonomi),
krisis moral dan krisis kepemimpinan.
Penghamburan dana untuk sesuatu yang sia
- sia harus dihentikan dan kita salurkan demi Syi’ar-nya Agama Allah, tegakkan
keadilan dan terhindarnya sesama ummat Islam dari kekufuran akibat kemelaratan.
Maka anjuran berbuat baik atau amal
ma’ruf harus kita galakkan. Tetapi sebaliknya, melarang orang dari
kesesatan atau nahi munkarpun harus kita korbankan. Dan marilah kita
mulai dari diri kita masing-masing.
Manusia mempunyai lebih banyak waktu
senggang di siang hari daripada waktu untuk menunaikan perintah Syari’ah. Perintah
- perintah tersebut meliputi shalat, puasa, haji dan sebagainya ;
sedangkan aktivitas lainnya seperti mencari mata pencaharian atau mengurus
keluarga juga merupakan kewajiban religius selama dikerjakan sesuai
dengan Syari’ah.
Namun, sudah menjadi sifat manusia,
bahwa manusia cenderung melupakan Tuhan dalam melakukan berbagai aktivitas
mulai dari transaksi ekonomi sampai mengisi waktu senggang.
Ajaran suci dalam Islam adalah sarana
yang memungkinkan Ruh Islam menembus segala macam dan bentuk
aktivitas, merasuk ke seluruh kehidupan manusia untuk ; mengingatkannya
akan Kehadiran Tuhan kemanapun dia melangkah pergi. Bagi orang yang
senantiasa ingat kepada Allah, maka ajaran suci Islam selalu
akan menjadi pendorong yang sangat bernilai bagi kehidupan spiritualnya dan
sarana untuk merenungkan realitas Tuhan (Al-Haqa’iq).
Oleh karena itu menghancurkan ajaran
suci Islam Berarti mengosongkan jiwa pikiran muslim dari kekayaan
kandungan Islam. Kekosongan tersebut kemudian dengan cepat dipenuhi oleh
kekacauan, kegaduhan, dan kebiasaan terburuk dari dunia modern sebagaimana yang
dialami oleh kebanyakan muslim sekarang.
Sebagai akibat hilangnya satu bagian dari
jiwa mereka, mereka bukan mengalami kegagalan dan kerugian, namun mereka akan
kehilangan keyakinan diri sama sekali.
Begitu pula halnya mengenai ibadah haji
yang dilakukan kaum muslim telah memberikan bentuk-bentuk visual yang
aspek-aspek keseluruhannya memantulkan etos Islam yang terdalam,
karena peradaban dan kebudayaan Islam tradisional seluruhnya benar-benar
dijiwai oleh nilai-nilai spiritual Islam yang mengelilingi kaum muslim serta
membantunya untuk hidup secara Islami.
Jiwa dan pikiran muslim tradisional
dijiwai dan selalu dijiwai oleh kekayaan khazanah Islam tradisional yang
terus tersedia, dan diawali oleh sikap-sikap yang bersumber dari ayat-ayat
Al-Qur’an.
Namun, kecepatan proses ini tanpa
perlawanan yang berarti sampai sekarang, karena semua itu adalah akibat
pengabaian terhadap signifikansi spiritual ajaran dan budaya
Islam oleh mereka yang berusaha memoderenkan dunia Islam menurut model barat (model
asing) maupun yang ingin memperbaharui dengan kembali ke Islam yang
murni menurut dugaannya.
Namun, konsepsi Islam yang
murni ini pasti menciptakan kevakuman dalam jiwa kaum
muslim dan sangat menghancurkan kekuatan yang dapat menentang pengaruh budaya
asing yang melemahkan.
"Suatu
amal perbuatan dapat dikatakan suci, baik dan benar apabila tidak ada pamrih
didalamnya, pada manusia".
Datangnya wahyu secara tiba-tiba seperti
kilat. Namun ia juga dapat disamakan dengan jatuhnya batu disebuah kolam air
yang menimbulkan riak-riak untuk bergerak keluar seperti lingkaran konsentris
dari pusat. Al-Qur’an dengan struktur puitisnya yang berdasarkan irama yang
tegas dan pola nada yang sangat halus mengundang reaksi dalam jiwa masyarakat
Islam. Firman Tuhan dalam Al-Qur’an menyebutkan, :
"Dan
dirikan ibadah haji dan umrah karena Allah " (Q .S : 2 :196)
Al-Qur’an mengembalikan kesadaran
manusia, bahwa alam semesta adalah Qalam Ilahi dan pelengkap
ayat-ayat suci tertulis yang diwahyukan dalam bahasa Arab. Kesadaran ini
diperkuat dengan tata cara beribadah haji yang secara naluriah
mengembalikan manusia pada keadaan primordialnya, dengan menjadikan seluruh
alam sebagai tempat ibadah.
Terlebih lagi, Rasulullah SAW menegaskan,
bahwa farsy itu tak ubahnya merupakan pencerminan arsyi. Beliau
melakukan ibadah haji di Mekah, kota yang terletak pada alam yang tetap suci
dan bersih.
Dengan cara inilah Tuhan melalui
utusan-NYA yang terakhir, membangun kembali alam dan tanah sebagai tempat yang
suci dan mensucikan, tempat manusia paling sempurna berdiri secara langsung
dihadapan Tuhan, dan menunaikan ibadah haji yang merupakan
salah satu dari inti ajaran Islam dan perintah kelima dari rukun Islam.
Menjalankan ibadah haji di bumi Mekah
ini, diantara berbagai fungsinya, adalah untuk mengembalikan manusia dan alam
ke kesucian primordial (Al-fitrah) saat yang Maha Esa menghadirkan
diri-NYA secara lansung di dalam hati manusia dan mengumandangkan sebuah simfoni
abadi dalam keselarasan yang ada pada alam yang suci.
Akar dari ajaran Islam ini ditemukan
pada penyucian kembali alam dalam hubungannya dengan manusia sebagai wujud
primordial yang tetap menyadari hubungan batinnya dengan Yang
Maha Esa maupun ciptaan-NYA, yang merupakan pasangan mikrokosmik dari
realitas kosmik.
Sedangkan hubungan ajaran kosmos Islam
dengan kaidah-kaidah dan prinsip - prinsip kosmologisnya digambarkan dengan
sangat mengagumkan di dalam Al-Qur’an, yang kemudian digali secara terperinci
selama beberapa generasi di sepanjang sejarah Islam.
Ibadah haji yang dilakukan manusia,
mengingatkan manusia akan kepapaannya dihadapan Tuhan Yang Maha Esa,
seperti halnya kehausan spiritual Nabi Muhammad SAW. Serta aspek dalam
jiwanya yang penuh ketundukan, kedamaian, ketenangan dan kerinduan
alam kubur. Hal ini pula-lah yang menegaskan peran Al-Qur’an sebagai petunjuk (Al-Huda),
jalan menuju Tuhan. Bagaikan sepercik cahaya menyinari kegelapan
eksistensi manusia di dunia ini.
Rasulullah SAW bersabda : " Barangsiapa pergi haji ke
baitullah dengan tidak berbuat maksiat atau berbuat fasiq, maka terlepaslah ia
dari dosa-dosanya sebagaimana pertama kali waktu dilahirkan dari rahim ibunya
". (H.R. Bukhary - Muslim).
Mengenai mereka yang tidak mengetahui prinsip-prinsip
ini dan kurang percaya kepada pandangan dunia islam yang telah membentuk ajaran
suci dalam menjalankan ibadah haji, sehingga bagi mereka yang tidak mampu
mengikuti bentuk dan metode tradisional, merupakan tugas untuk setidak -
tidaknya menyadari kekurangan mereka sendiri dan tidak menyembunyikan
ketidaktahuan mereka dengan sebuah kebanggaan untuk menghancurkan segala
sesuatu yang tidak diketahuinya.
Kejujuran, yang kini dibicarakan setiap
orang, menuntut supaya seseorang tidak bersifat merusak ibadah hajinya sendiri
dikarenakan kebutaannya terhadap realitas tradisi ajaran islam atau pun karena
tindak kreasi jiwa muslim yang telah kehilangan jati dirinya karena mereka
memandang nilai suatu ibadah itu hanyalah sebagai rasa keinginan tahu belaka
dan bersifat ikut - ikutan semata (taqlid).
Mengenai dua kasus penilaian tentang
ibadah haji tersebut, sebenarnya banyak dialami kebanyakan orang. Maka untuk
menghindari hal-hal seperti tersebut di atas, kita harus menemukan prinsip suci
yang mendasar, yaitu ; berusaha untuk mengerti dan mengapresiasikan sepenuhnya
hal yang suci, termasuk dari segi niat hatinya. Manusia harus percaya kepada
yang suci dan terlibat didalamnya.
Kalau tidak, maka yang suci akan
menyembunyikan dirinya dibelakang selubung yang tidak dapat dilalui, yang pada
hakikatnya adalah selubung jiwa rendah manusia yang menyelubungi inti wujud
manusia yang abadi, kemudian memutuskannya dari penglihatan yang suci.
Masyarakat Islam mampu menciptakan tatanan
ibadah yang bersifat spiritual sekaligus sensual untuk
menyingkap keindahan dunia ini beserta sifat fananya, dan menjelma dalam bentuk
alam transendental yang indah melalui teofani Tuhan.
Ini merupakan warisan yang meskipun
terancam punah, tapi tetap dianggap realitas yang masih hidup bagi sebagian
besar masyarakat Islam dan menjadi nilai universal bagi seluruh dunia pada saat
kebodohan mengancam untuk mencekik spirit itu sendiri.
Masyarakat yang seperti ini tidak akan
menghilangkan makna spiritual dalam seluruh aspek tradisi Islam yang pada
umumnya disebabkan oleh kekeliruan interpretasi mengenai lingkungan tertentu
yang akan membatasi Islam hanya pada aspek luarnya dan mengabaikan jurang yang
memisahkan keindahan dari kemudharatan.
Seorang muslim dengan rendah hati
menyadari ke-Agungan tradisi yang dapat memberi arah dan orientasi kepadanya.
Dalam penyerahan diri dan bakatnya pada tradisi ini, dia akan menerima
banyak daripada yang dia berikan.
Sebutir debu serta kesekejapan hidup
diubah melalui tradisi menjadi sebuah bintang dicakrawala, yang diberkahi
dengan kemapanan dan merefleksikan keabadian Tuhan.
Kekuatan kreatif seorang muslim seperti
itu jauh dari adanya pencekikkan, ia akan terbebas dari belenggu dan
keterbatasan subyektif dirinya sendiri, memperoleh suatu universalitas dan
kekuatan yang luar biasa.
---------------------
Image Source: http://siradel.blogspot.co.id
Post a Comment